Menikah dalam ajaran Islam bukan untuk sementara waktu tapi untuk selamanya, bukan semata
untuk di kehidupan dunia tapi juga untuk kehidupan akhirat kelak. Oleh karena itu, Islam menganjurkan
ummatnya yang hendak melangsungkan pernikahan untuk memilih pasangan hidupnya ini demi
tercapainya tujuan asasi dari pernikahan tersebut.
Apabila kita perhatikan nash-nash, baik ayat al-Qur'an maupun hadits, akan dijumpai bahwa di antara
hal-hal yang harus diperhatikan dalam memilih pasangan di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Beragama Islam dengan baik.
Hal paling pertama yang harus diperhatikan dari calon pasangannya adalah agama Islam.
Mengapa? Karena, lagi-lagi pernikahan bukan semata untuk kehidupan dunia, pernikahan bukan
semata melampiaskan nafsu, pernikahan juga bukan semata rutinitas yang harus dijalani.
Pernikahan dalam Islam, mempunyai tujuan yang jelas sebagaimana telah dijelaskan pada
makalah pertama. Di antaranya untuk menuju keluarga sakinah, mawaddah wa rahmah di dunia
dan akhirat. Seandainya pasangan kita adalah non muslim bagaimana tujuan tersebut dapat
tercapai? Boleh jadi, kebahagiaan dunia dapat diraih, akan tetapi bagaimana dengan kehidupan
akhirat kelak?
Untuk itu, dalam al-Qur'an, Allah mewanti-wanti agar memperhatikan agama calon
pasangannya. Bahkan seandainya dihadapkan kepada pilihan antara kecantikan, kaya akan tetapi
tidak beragama Islam dengan tidak terlalu cantik dan tidak kaya namun beragama Islam, maka
tentu yang beragama Islam itulah yang harus didahulukan. Ini menunjukkan satu hal sangat
penting bahwa agama di atas segalanya. Bukankah kecantikan ada ujungnya? Hari ini cantik, akan
tetapi sepuluh tahun ke depan, akan berubah menjadi muka tua dan tidak menarik. Demikian juga
dengan kekayaan, hari ini kaya, besok atau lusa belum tentu masih kaya. Bukankah dunia ini
berputar dan bulat? Hari ini kaya besok boleh jadi menjadi miskin dan orang miskin saat ini boleh
jadi menjadi orang kaya pada tahun berikutnya.
Namun tidak demikian dengan agama. Hari ini beragama besok atau lusa makin beragama.
Semakin hari bertambah, keagamaan seseorang akan semakin matang dan teruji. Karena itu sekali
lagi Allah dengan tegas mengatakan bahwa agama di atas kecantikan dan kekayaan juga di atas
yang lainnya. Perhatikan firman Allah berikut ini:
Artinya: "Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman.
Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik
hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin)
sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orangmusyrik,
walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan
ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya)
kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran" (QS. Al-Baqarah: 221).
Demikian juga dengan sabda-sabda Rasulullah saw.
Artinya: Dari Abu Hurairah, Rasulullah saw bersabda: "Dinikahinya perempuan itu karena empat
hal: hartanya, keturunannya, kecantikannya dan agamanya. Dahulukanlah agamanya niscaya
kamu bahagia" (HR. Bukhari Muslim).
Hadits di atas menggambarkan bahwa calon pasangan hidup perlu juga diperhatikan dari
sisi harta, kecantikan dan keturunannya, akan tetapi di atas semua itu adalah agama. Artinya,
ketika bertabrakan antara unsure-unsur di atas, maka agama harus lebih diperhatikan. Bahkan,
dalam hadits berikut ini Rasulullah saw mengancam orang yang semata-mata menikah lantaran
hartanya, maka Allah hanya akan memberikan kemiskinan. Demikian juga orang yang menikahi
seseorang semata-mata karena melihat keturunanya dan kecantikan / kegantengannya, Allah tidak
akan memberikan kecuali kerendahan dan kehinaan. Simak sabda Rasulullah saw berikut ini:
Artinya: "Dari Anas, bahwasannya Rasulullah saw bersabda: "Barangsiapa yang menikahi seorang
wanita semata-mata karena kecantikannya, maka Allah tidak akan menambahkan kepada laki-laki
itu kecuali kehinaan. Barangsiapa yang menikahi wanita semata-mata karena hartanya, Allah tidak
akan menambahkan kepadanya kecuali kefakiran. Barangsiapa yang menikahi wanita semata-mata
karena keturunannya, Allah tidak akan menambahkan kepadanya selain kerendahan. Barangsiapa
yang menikahi wanita semata-mata dengan tujuan untuk menundukkan pandangannya, menjaga
kehormatannya atau untu menghubungkan silaturahmi, maka Allah akan memberkahi laki-laki
dan wanita itu selama pernikahannya" (HR. Thabrany).
Senada dengan hadits di atas, adalah hadits berikut ini:
Artinya: "Rasulullah saw bersabda: "Janganlah kalian menikahi wanita semata-mata lantaran
kecantikannya, karena kecantikannya itu boleh jadi akan membuat wanita itu jahat. Juga janganlah
kalian menikahi wanita semata-mata karena hartanya, karena boleh jadi hartanya itu akan
membuat wanita itu menjadi tidak pernah taat. Akan tetapi nikahilah semata-mata karena
agamanya. Budak hitam yang beragama itu lebih baik dan lebih utama (dari pada cantik tapi tidak
beragama)" (HR. Ibn Majah).
Kedua hadits di atas juga memberikan petunjuk bahwa ketika wanita itu muslimah, maka
pilihlah yang taat dan betul-betul dengan agamanya, bukan semata identitasnya. Atau dengan
bahasa lebih mudah, carilah wanita shalehah. Mengapa perlu wanita shalehah?
Dalam dua hadits di bawah ini disebutkan bahwa wanita shalehah lah yang akan membuat
hubungan rumah tangga menjadi sangat harmonis, karena kalau diperintah, ia akan taat, dipandang
akan menyejukkan dan apabila suami pergi, dia dapat menjaga diri dan harta suami. Oleh Karena
itu dalam hadits lainnya dikatakan, seorang laki-laki yang mendapatkan isteri shalehah, maka dia
sudah tertolong setengah imannya. Dan kini tinggal memperbaiki setengahnya lagi. Perhatikan
dua sabda Rasulullah saw di bawah ini:
Artinya: "Rasulullah saw bersabda: "Tidak ada yang lebih bermanfaat bagi seorang mukmin
setelah bertaqwa kepada Allah kecuali isteri shalehah. Apabila diperintah, ia taat, dipandang
menyenangkan, apabila ditinggal pergi, ia dapat menjaga dirinya dan harta suaminya" (HR. Imam
Hakim)
Artinya: "Rasulullah saw bersabda: "Barangsiapa yang diberikan rizki berupa isteri shalehah,
maka sungguh ia telah ditolong setengah agamanya. Maka bertakwalah pada setengah lainnya"
(HR. Imam Hakim).
Dari kedua hadits di atas tampak bahwa wanita atau laki-laki shalehah dan shaleh itu lahir
karena mereka mendalami sekaligus menjalankan agama secara benar. Dari sini juga tampak
bahwa agama betul-betul dasar pokok dalam memilih calon pasangan. Karena termasuk masalah
pokok inilah, dalam hadits di bawah ini disebutkan, apabila ada laki-laki yang jelas-jelas shaleh
dan beragama kuat hendak menikahi putri seseorang, maka nikahkanlah kepadanya karena kalau
tidak, akan menyebabkan fitnah bagi putri tersebut.
Artinya: Dari Abu Hatim al-Muzani, bahwasannya Rasulullah saw bersabda: "Apabila datang
kepada kalian (wahai para wali) orang yang kalian sukai dari sisi agama dan akhlaknya (hendak
menikahi putrid kalian), maka nikahkanlah kepadanya. Karena kalau kamu tidak menikahkannya,
maka akan timbul fitnah dan kerusakan di muka bumi ini". Para sahabat bertanya: "Wahai
Rasulullah saw, meskipun dia itu?" Rasulullah bersabda: " Apabila datang kepada kalian (wahai
para wali) orang yang kalian sukai dari sisi agama dan akhlaknya (hendak menikahi putrid kalian),
maka nikahkanlah kepadany" beliau mengulang-ngulang sebanyak tiga kali" (HR. Turmudzi).
Namun, meski demikian tentu si wanitanya harus tahu dan menyukainya terlebih dahulu.
Karena, suka dan cinta juga salah satu dasar keharmonisan sebuah rumah tangga.
Kini bagaimana agar mendapatkan pasangan yang shaleh dan shalehah? Ya, tentu anda
terlebih dahulu harus shaleh dan baik. Karena Allah berfirman bahwa wanita shalehah hanyalah
untuk laki-laki shaleh dan wanita tidak baik adalah untuk laki-laki tidak baik. Maka sekali lagi,
anda harus shaleh / shalehah terlebih dahulu. Itulah kuncinya. Perhatikan firman Allah dalam surat
an-Nur ayat 26:
Artinya: "Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah
untuk wanita-wanita yang keji pula, dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang
baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik pula" (HR. an-Nur: 26).
2. Apabila di samping beragama dengan baik juga cakep, kaya dan berketurunan baik, itu
tentu lebih utama.
Setelah sisi agama terpenuhi, maka tidak mengapa seseorang mencari pasangan yang juga
cakep, kaya dan berasal dari keturunan yang baik. Namun, sekali lagi, semua itu harus berada di
bawah sisi agama sebagaimana telah disebutkan di atas. Mengapa sisi kecakepan, kekayaan dan
keturunan perlu juga diperhatikan?
Karena memang umumnya manusia mempunyai fitrah untuk memilih yang cakep, kaya
dan dari keturunan baik. Karena ketiga hal tersebut merupakan fitrah manusia, maka Islam
mencoba mengakomodirnya dengan dasar bahwa ketiga hal itu juga merupakan di antara factor
harmonis dan langgengnya sebuah rumah tangga. Perhatikan sabda Rasulullah saw berikut ini:
Artinya: Dari Abu Hurairah, Rasulullah saw bersabda: "Dinikahinya perempuan itu karena empat
hal: hartanya, keturunannya, kecantikannya dan agamanya. Dahulukanlah agamanya niscaya
kamu bahagia" (HR. Bukhari Muslim).
3. Utamakan gadis / perjaka
Dalam mencari pasangan hidup utamakan juga gadis atau perjaka. Mengapa? Karena dalam ilmu
psikologi, cinta gadis dan perjaka akan tulus dan penuh. Bahkan, rasa cemburunya akan lebih dari
pada seorang janda. Dan rasa cemburu ini adalah tanda sebuah cinta yang dalam. Untuk lebih
jelasnya mengapa harus diutamakan gadis atau perjaka, perhatikan hadits di bawah ini:
Artinya: Siti Aisyah berkata: "Wahai Rasulullah saw, bagaimana menurut anda wahai Rasulullah,
seandainya anda turun ke sebuah lembah yang di dalamnya ada sebatang pohon yang sebagiannya
telah dimakan, dan ada pohon lain yang belum dimakan sama sekali. Di dekat pohon yang mana
anda akan menyimpan unta anda?" Rasulullah saw menjawab: "Pada pohon yang belum dimakan
sedikitpun". Siti Aisyah berkata kembali: "Demikianlah dengan saya (seperti pohon yang belum
dimakan sama sekali)" (HR. Bukhari).
Di antara isteri-isteri Rasul yang lainnya, Siti Aisyah adalah satu-satunya isteri Rasulullah
saw yang gadis. Oleh karena itu, kecemburuan Siti Aisyah melebihi yang lainnya saking cintanya
kepada Rasulullah saw. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits:
Artinya: "Siti Aisyah berkata: Saya tidak pernah cemburu seberat cemburu saya kepada Siti
Khadijah, ketika saya mendengar Rasulullah seringkali menyebut namanya. Ia telah meninggal
tiga tahun sebelum Rasulullah menikahiku. Kemudian Allah menyuruhnya untuk memberikan
kabar gembira kepadanya bahwasannya ia diberikan sebuah rumah istana di surga" (HR. Muslim).
Di samping itu, perhatikan juga sabda Rasulullah saw berikut ini mengenai pentingnya
memilih calon pasangan seorang gadis / perjaka:
Artinya: Uwaim bin Saidah al-Anshary berkata, Rasulullah saw bersabda: "Utamakanlah oleh
kalian seorang gadis (apabila hendak menikah). Karena gadis itu lebih nikmat untuk "digauli",
lebih subur rahimnya (lebih mudah dan banyak melahirkan) dan lebih menerima, lebih rela
dengan kondisi apa adanya" (HR. Ibn Majah).
Namun, apabila kondisi lebih membutuhkan orang yang berpengalaman mendidik,
merawat adik-adik yang masih kecil misalnya, maka janda dalam hal ini lebih baik. Hal ini
sebagaimana disebutkan dalam hadits bahwa ketika ayah dari Jabir bin Abdullah meninggal dan
meninggalkan sembilan putri yang masih kecul, Jabir akhirnya menikahi seorang janda dengan
alasan agar lebih dapat mendidik dan menjaga adik-adiknya. Setelah Rasulullah saw tahu
alasannya, akhirnya beliau mendoakan pernikahan Jabir tersebut. Barikut ini hadits dimaksud:
Artinya: "Jabir bin Abdillah berkata: "Bapak saya baru saja meninggal dan meninggalkan tujuh
atau sembilan putri perempuan. Lalu saya menikah dengan seorang janda. Rasulullah saw lalu
bertanya kepada saya: "Apakah kamu sudah menikah wahai Jabir?" Saya menjawab: "Ya, sudah
ya Rasulullah". Rasulullah saw bersabda kembali: "Apakah kamu menikahi gadis atau janda?"
Saya menjawab: "Janda". Rasulullah bersabda kembali: "Mengapa kamu tidak menikahi gadis sehingga kamu dapat bercanda-canda dengannya dan dia pun dapat mencandai kamu?" Say
amenjawab: "Ya Rasulullah, bapak saya baru saja meninggal dan saya mempunyai banyak saudari
perempuan yang masih kecil. Saya takut kalau menikahi gadis, ia tidak bisa mendidik dan
menjaga adik-adik saya itu. Karena itu, saya menikahi seorang janda dengan maksud agar dia
dapat menjaga dan mendidik adik-adik saya itu". Rasulullah menjawab: "Semoga Allah
memberkahi kamu" (HR. Bukhari).
4. Perhatikan keturunan dan lingkungannya
Keturunan dan gen jauh sangat kuat dalam membentuk kepribadian seorang anak. Oleh karena itu,
sebelum menentukan calon pasangan, perhatikan dan lihatlah keluarga dan keturunannya. Karena
hal ini demi kebaikan calon pasangan juga demi kebaikan tabiat dan sifat putra yang kelak
dilahirkan. Mengenai pentingya melihat keluarga dan keturunan ini, perhatikan riwayat dari Amr
bin al-Ula:
Artinya: "Seorang laki-laki berkata: "Saya tidak akan menikahi seorang wanita sehingga say
amelihat anak saya yang bakal lahir darinya kelak". Lalu ditanyakan kepadanya: "Bagaimana hal
demikian dapat diketahui?" Laki-laki itu menjawab: "Lihatlah kepada bapak dan ibu wanita
tersebut. Karena wanita tersebut akan mengikuti sifat dan tabi'at salah satunya" (Lihat dalam kitab
Uyun al-Akhbar: 4/3).
Bahkan, bukan hanya melihat orang tua dari calon pasangan tersebut, akan tetapi juga
perlu diperhatikan kakek, nenek bahkan seluruh keturunannya. Hal ini sebagaimana tersebut
dalam hadits di bawah ini, bahwa ada seorang laki-laki mengadu kepada Rasulullah saw gara-gara
isterinya melahirkan putra yang berkulit hitam. Rasulullah saw kemudian bersabda bahwa itu
adalah mengikuti kakek dan neneknya. Apabila tubuh, dan warna kulit saja dapat mengikuti kakek
dan neneknya, maka apalagi dengan sifat, akhlak dan tabiatnya. Untuk itu perlu diperhatikan
kakek dan nenek dari calon dimaksud. Hadits tersebut adalah:
Artinya: "Abu Hurairah berkata: "Datang seorang arab badui ke hadapan Rasulullah saw sambil
berkata: "Wahai Rasulullah saw, sesungguhnya isteri saya melahirkan seorang anak berkulit
hitam". Rasulullah bersabda: "Apakah kamu mempunyai seekor unta?" "Ya", jawab laki-laki tadi.
Rasulullah saw bersabda kembali: "Apa warnanya". Ia menjawab: "Kemerah-merahan".
Rasulullah saw bertanya kembali: "Apakah ada yang warnanya kelabu?" "Ya, ada", jawab lakilaki
itu. Rasulullah saw beratanya kembali: "Bagaimana hal itu bisa terjadi (kok bisa kelabu)?"
Laki-laki itu menjawab: "Saya melihat mungkin karena tertarik oleh keringatnya". Rasulullah saw
bersabda kembali: "Putramu juga bisa jadi karena tertarik oleh keringatnya (karena mengikuti
leluhurnya)" (HR. Bukhari).
Sedangkan mengenai lingkungan, hal ini sudah sangat jelas bahwa lingkungan sangat
berpengaruh terhadap sifat dan karaketer calon pasangan. Umumnya pasangan yang lahir dan
hidup di lingkungan yang tidak baik, maka hal ini akan membentuk pasangan tersebut juga tidak
baik . Demikian juga sebaliknya. Oleh karena itu, sebelum menentukan pasangan, terlebih dahulu
harus diperhatikan lingkugan calon pasangan tersebut tinggal dan hidup.
5. Utamakan pasangan tersebut subur, dapat melahirkan
Hal lain yang harus diperhatikan ketika memilih pasangan hidup adalah kesuburannya
untuk memperoleh keturunan. Karena, salah satu dari tujuan menikah juga untuk mendapatkan
keturunan. Semakin subur untuk memperoleh banyak keturunan, tentu lebih baik dan utama.
Mengenai pentingnya kesuburan ini, perhatikan hadits-hadits berikut ini:
Artinya: Anas bin Malik berkata: "Rasulullah saw menyuruh menikah dan melarang untuk
membujang dengan larangan yang sangat. Beliau bersabda: "Nikahilah oleh kalian wanita-wanita
yang penyayang dan subur, karena sesungguhnya aku kelak pada hari Kiamat adalah nabi yang
mempunyai ummat paling banyak" (HR. Abu Dawud, Nasai dan lainnya).
Artinya: Dari Mi'qal bin Yasar, datang seorang laki-laki ke hadapan Rasulullah saw lalu berkata:
"Ya, Rasulullah saw, saya mendapatkan seorang wanita yang bagus keturunannya, cantik,
mempunyai kedudukan yang baik dan kaya, hanya saja dia tidak bisa melahirkan. Apakah saya
boleh menikahinya?" Rasulullah saw kemudian melarangnya. Laki-laki itu datang yang kedua
kalinya, Rasulullah pun kembali melarangnya. Laki-laki itu kemudian datang kembali yang ketiga
kalinya, lalu Rasulullah saw bersabda: "Nikahilah oleh kalian wanita-wanita yang penyayang dan
subur, karena sesungguhnya aku kelak adalah yang mempunyai ummat paling banyak" (HR. Abu
Dawud, Nasai dan lainnya).
KHITBAH / MEMINANG / MELAMAR
Pengertian
Khitbah atau meminang adalah permohonan seorang laki-laki untuk menikahi seorang perempuan.
Apabila permintaan tersebut disetujui oleh pihak wanita, maka khitbah ini dipandang sebagai janji untuk
menikahi. Meski demikian, wanita yang sudah dilamar (al-makhtubah), tetap sebagai wanita asing yang
tidak boleh "diapa-apakan" sehingga ia melakukan akad nikah. Melamar atau meminang hanyalah sebagai
pendahuluan untuk melakukan pernikahan. Oleh karena itu, wanita yang sudah dilamar (al-makhtubah)
tetap sebagai wanita asing bagi laki-laki tersebut.
Hukumnya
Khitbah, melamar tidaklah termasuk syarat sah nikah. Artinya, seseorang boleh langsung menikah
tanpa melamar atau meminang terlebih dahulu. Hanya saja, umumnya meminang merupakan salah satu
cara untuk segera menikahi si isteri. Menurut Jumhur ulama, meminang hukumnya jaiz (boleh). Hal ini
didasarkan kepada firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 235:
( ولا جناح عليكم فيما عرضتم به من خطبة النساء (البقرة: 235
Sedangkan menurut Syafi'iyyah, meminang itu hukumnya Sunnah karena Rasulullah Saw
melakukannya ketika beliau meminang Siti Aisyah binti Abu Bakar dan Hafshah bint Umar bin Khatab.
Kepada siapa harus meminang?
Pada dasarnya, meminang atau melamar itu dilakukan kepada wali si wanita. Hal ini berdasarkan
hadits berikut ini:
ال �� وك , فق �� ا أخ �� عن عروة أن النبي صلى الله عليه وسلم خطب عائشة إلى أبى بكر فقال له أبو بكر : إنما أن
صلى الله عليه وسلم: ((أخى فى دين الله وآتابه, وهي لى حلال)) [أخرجه البخارى]
Artinya: Dari Urwah, bahwasannya Rasulullah Saw telah meminang Siti Aisyah kepada Abu Bakar. Abu
Bakar berkata kepada Rasulullah Saw: "Saya ini hanyalah saudaramu" Rasulullah Saw menjawab: "Ya,
saudara saya seagama, dan karenanya dia (Siti Aisyah) halal bagi saya" (HR. Bukhari).
Namun, boleh juga meminang langsung ke wanita bersangkutan, tanpa melalui walinya. Akan
tetapi umumnya yang kedua ini dilakukan untuk wanita yang sudah janda. Demikian juga boleh
meminang dan melamar wanita melalui perantara orang lain. Di antara dalil dan alasannya adalah hadits
berikut ini:
Artinya: "Ummu Salamah berkata: "Ketika Abu Salamah meninggal, Rasulullah Saw mengutus juru
lamar Ibn Abi Balta'ah untuk melamarku. Saya berkata: "Saya mempunyai seorang putri dan saya
pencemburu…" (HR. Muslim dan Nasa'i).
Wanita boleh menawarkan diri untuk dinikahi laki-laki shaleh
Dalam hadits dikatakan bahwa pada masa Rasulullah Saw dahulu, ada seorang wanita yang
menawarkan dirinya kepada Rasulullah untuk dinikahi. Akan tetapi Rasulullah Saw tidak menerimanya
dengan alasan kurang menyukai wanita tersebut. Ini menjadi dalil bahwa seorang wanita pun boleh
menawarkan diri kepada seorang laki-laki shaleh, apabila hal demikian dipandang perlu dan tidak akan
menimbulkan fitnah. Jadi tidak ada alasan untuk malu atau 'aib. Hadits dimaksud adalah:
عن سهل بن سعد رضي الله عنه : أن امرأة عرضت نفسها على النبي صلى الله عليه وسلم فقال له رجل :
((زوجنيها...)) [رواه البخارى ومسلم]
Artinya: "Dari Sahl bin Sa'ad, bahwasannya seorang perempuan pernah datang menawarkan dirinya
kepada Rasulullah Saw (untuk dinikahi). (Karena Rasulullah Saw tampak kurang menyukainya), maka
seorang laki-laki berkata: "NIkahkan saya dengannya…." (HR. Bukhari Muslim).
Hadits ini juga menjadi dalil, bahwa seorang laki-laki boleh menolak secara halus lamaran
seorang wanita apabila ia kurang menyukainya. Demikian juga sebaliknya.
Wanita-wanita yang tidak boleh dilamar
1. Wanita-wanita yang haram dinikahi baik yang haram dinikahi selamanya maupun yang
sementara waktu.
Mengapa? Karena, sebagaimana telah disebutkan di atas, bahwa meminang itu adalah awal
permulaan untuk menikah. Ketika, menikah tersebut dilarang--karena wanitanya adalah haram
dinikahi-- maka meminangpun menjadi haram juga.
2. Wanita yang sedang dalam masa Iddah
Wanita yang sedang dalam masa iddah adalah wanita yang telah dicerai atau ditinggal mati
oleh suaminya (meninggal) namun masih dalam waktu-waktu menunggu (apakah suaminya akan
rujuk kembali) atau berkabung. Wanita jenis ini sebenarnya masuk pada wanita yang haram
dinikahi untuk sementara waktu sebagaimana telah dijelaskan di atas. Akan tetapi, untuk jenis ini
ada penjelasan dan perincian tersendiri sebagaimana berikut ini:
a) Wanita yang dalam masa iddah karena ditinggal mati suaminya
Seorang wanita yang ditinggal mati oleh suaminya, masa iddahnya adalah empat
bulan sepuluh hari. Dalam masa iddah inilah, seseorang tidak boleh melamar atau
meminang wanita tadi dengan kata-kata yang jelas (sharih). Misalnya dengan mengatakan:
"Apabila masa iddah kamu sudah habis, saya akan menikahi kamu". Ini disebut dengan
melamar secara jelas (sharih) karena kata-kata yang digunakannya jelas-jelas
menunjukkan bahwa dia melamar wanita dimaksud. Para ulama sepakat, bahwa melamar
wanita yang sedang dalam masa iddah ditinggal suaminya dengan menggunakan kata-kata
yang jelas adalah haram. Bahkan, Ibnu Taimiyyah dalam al-Majmu-nya mengatakan,
bahwa barangsiapa yang melamar wanita yang sedang dalam masa iddah ditinggal mati
suaminya dengan menggunakan kata-kata yang jelas (sharih), maka baik pelamar (khatib)
maupun yang dilamar (makhtubah) harus dihukum dan pernikahannya harus dilarang
sebagai hukuman atas lamarannya itu.
Akan tetapi apabila melamarnya dengan menggunakan kata-kata sindiran, bukan
kata-kata yang jelas (shigat ta'ridh), maka hal demikian dibolehkan. Lamaran dengan
sindiran (ta'rid) adalah melamar wanita akan tetapi dengan kata-kata yang tidak langsung
dan tidak terang-terangan untuk melamarnya, tapi dengan kata-kata sindiran yang
maksudnya adalah untuk meminang. Misalnya ia mengatakan kepada wanita tersebut:
"Saya bermaksud untuk menikah, alangkah beruntungnya kalau saya mendapatkan isteri
shalehah". Meminang dengan sindiran ini dibolehkan meskipun wanita tersebut dalam
masa iddah ditinggal mati suaminya. Hal ini didasarkan pada firman Allah berikut ini:
(tashrih).
Namun, apakah boleh dilamar dengan menggunakan sindiran? Dalam hal ini para
ulama berbeda pendapat. Jumhur berpendapat, boleh dengan sindiran sedangkan menurut
Hanafiyyah, tidak boleh. Namun, penulis cenderung untuk mengambil pendapat Jumhur
bahwa wanita yang dalam masa iddah Talak Ba'in, boleh dilamar dengan sindiran. Hal ini
di antaranya dikarenakan hadits berikut ini:
ا: �� ا ثلاث �� ا زوجه �� ا طلقه �� ا لم �� ال له �� لم ق �� ه وس �� لى الله علي �� ي ص �� يس : أن النب �� ت ق �� حديث فاطمة بن
ه �� آذنينى )) [أخرج �� ((اعتدى عند ابن أم مكتوم , فإنه رجل أعمى تضعين ثيابك , فإذا حللت ف
مسلم]
Artinya: "Rasulullah Saw bersabda kepada Fatimah bint Qais ketika ditalak tiga oleh
suaminya: "Beriddahlah di samping Ibn Umm Maktum, dia itu seorang laki-laki yang buta.
"Lepaskan bajumu" (kata sindiran, bukan sesungguhnya), dan apabila telah habis masa
iddahmu, ijinkan saya" (HR. Muslim).
Semua yang telah disebutkan di atas adalah bagi laki-laki lain yang hendak
menikahinya, bukan mantan suaminya. Sedangkan bagi mantan suaminya, maka ia boleh
melamarnya baik dengan tashrih maupun ta'ridh.
3. Wanita yang sudah dikhitbah oleh laki-laki muslim lainnya.
Apabila seorang laki-laki muslim telah meminang seorang wanita, maka tidak boleh bagi
laki-laki muslim lainnya untuk meminangnya. Tentu yang dilarang ini apabila pihak wanita telah
menyetujui lamaran tersebut. Hal ini di antaranya didasarkan kepada hadits berikut ini:
ى �� ه حت �� ة أخي �� ى خطب �� عن أبي هريرة أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : ((...ولا يخطب الرجل عل
ينكح أو يترك)) [أخرجه البخارى ومسلم]
Artinya: "Dari Abu Hurairah, Rasulullah Saw bersabda: "…Dan seorang laki-laki tidak boleh
meminang pinangan saudaranya sehingga ia menikahi atau meninggalakan (wanita tersebut)"
(HR. Bukhari Muslim).